Jumat 28 Dec 2018 18:14 WIB

Dubes Cina Jelaskan Kondisi Uighur ke Muhammadiyah

Dubes Cina menegaskan Muslim Uighur sangat menikmati kehidupan beragama.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Teguh Firmansyah
Massa berbagai ormas Islam menggelar aksi solidaritas selamatkan muslim Uighur di depan Kedutaan Besar  Republik Rakyat China di  Jakarta, Jumat (21/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Massa berbagai ormas Islam menggelar aksi solidaritas selamatkan muslim Uighur di depan Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Jakarta, Jumat (21/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Cina untuk Indonesia Xiao Qian bertemu dengan Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir, Jumat (28/12). Xiao Qian menyambangi Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng Raya 62 Cikini untuk menyampaikan langsung bagaimana kondisi Muslim Uighur di Xinjiang yang sebenarnya.

Melalui penerjemaahnya Li Jibin, Xiao Qian memastikan apa yang disampaikan tentang kondisi Muslim Uighur di Xinjiang kepada ketua Umum Muhammaddiyah merupakan keadaan sesusungguhnya tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Tadi saya melakukan diskusi yang terus terang jujur dan bersahabat dengan yang mulia bapak ketua umum dan teman-teman PP Muhammaddiyah," kata Xiao Qian kepada wartawan.

Xiao Qian mengatakan, dalam pertemuan dengan Haedar Nashir selama kurang lebih satu jam, ia menyampaikan situasi  di Xinjiang baik secara politik, ekonomi, sosial dan masyarakat. Beragam etnis di sana termasuk Uighur sangat menikmati kehidupan beragama. 

"Di samping itu masalah ekstremisme, saparatisme itu selau ada dan menjadi ancaman besar bagi keamanan dan kesetabilan sosial setempat," katanya.

Baca juga, Amnesty International: Muslim Uighur Xinjiang Menderita.

Pada saat sesi tanya jawab Xiao Qian membantah pertanyaan Republika.co.id soal mengapa pemerintah Cina membatasi wisatawan mengakses etnis minoritas Uighur di Xinjiang? Menurutnya pada 2017 ada 100 juta wisatawan yang berkunjung ke Xinjiang yang di dalamnya ada wisatawan domestik dan juga turis luar negeri.

"Siapa saja bisa ke sana tidak ada masalah membatasi. Bahkan pada 2016 bapak Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj berkunjung ke sana," katanya.

Saat ini Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok Djauhari Oratmangung sedang mengunjungi Xinjiang. Saat ditanya alasan memilih Muhammadiyah dan NU untuk dikunjungi, Xiao Qian mengatakan, kedua ormas tersebut memiliki sejarah panjang dan pengaruh penting di Indonesia.

"Makanya melalui dialog saya dengan pimpinan Muhammaddiyah saya harap Muhammadiyah maupun masyarakat Muslim Indonesia bisa mengenal lebih kondisi sebenarnya di Xinjiang," katanya.

Selain itu Xiao Qian menjelaskan tentang isu re-education camps atau kamp pelatihan di Xinjing yang disebut-sebut sebagai jalan penindasan terhadap Muslim Uighur. Otoritas Cina menegaskan kamp itu hanya untuk memberikan pelatihan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setempat.

"Mengenai isu yang disebut re-education camps itu satu hal yang ingin saya titik beratkan satu hal Tiongkok adalah negara multi suku dan multi agama dan ini sangat sama dengan Indonesia yang menghormati kebebasan beragama yang di lindungi UUD dan UU di Tiongkok," katanya.

Xiao Qian menyampaikan ada 10 suku di Xinjiang yang mayoritasnya menganut agama Islam, dengan jumlah penduduk sekitar 14 juta. Di Xinjiang juga kata Xiao Qian ada 24,4 ribu masjid atau sekitar 70 persen dari jumlah total masjid di seluruh Cina, jumlah masjid per kapita berada di jajaran terdepan di dunia.  "Jumlah ulama ada 29 ribu orang dan ada 103 ormas agama Islam di sana," katanya.

photo
Muslim Uighur

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, kunjungan Xiao Qian ke kantor Muhammaddiyah merupakan yang kedua kalinya. Kali ini Qian menyampaikan informasi dan keterangan yang terbuka mengenai keadaan masyarakat Uighur di Provinsi Xinijiang.

Muhammadiyah memberikan masukan bahwa untuk menjawab berbagai macam isu mengenai keadaan di provinsi Xinjiang. "Kami memberi masukan lewat duta besar dan pemerintah Tiongkok untuk selain memberikan penjelasan apa adanya yang terbuka juga menjadikan provinsi Xinjiang terbuka diketahui dan menjadi tempat yang secara international orang bisa berkunjung kesana. Dengan keterbukaan itu juga akan diketahui juga apa yang terjadi sesungguhnya," katanya.

Muhammadiyah berharap ke Cina akan melihat masalah kemanusian di Uighur dengan pendekatan yang komprehensif, mengedepankan perdamaian, non kekerasan dan terciptanya nilai-nilai kemanusiaan secara bersama.

"Saya pikir kami juga telah memperoleh respon yang sangat positif bahwa paradigma baru ini akan menjadi era baru juga buat dunia internasional,"  katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement